Seurieus: EMAK Penjual Lotek

Selepas perjalanan 150 km, aku nyempetin mampir ke tempat makan buat nanggepin gejolak permintaan perut yg ga diisi sejak pagi. Ga pikir panjang, aku pilih yang terdekat dan ada di depan mata. Pilihanku jatuh pada sebuah warung dg papan kecil bertuliskan: Sedia Lotek.

Aku masuk, dan menyaksikan seorang ibu lanjut usia sedang bekerja dengan cobek-nya. "Mangga..." sapanya disela-sela proses pengerjaan bisnisnya *ceileee*. "Bu, lotek-na hiji...". Ga berapa lama lotek tersedia dengan nasinya. Di tengah keasikanku dengan lotek-nasi yg menurutku dan perutku juga enak banget saat itu, si ibu tiba2 bicara dari belakang "den, masih kuliah?" *sesaat hatiku berbunga dengan julukan mahasiswa hihihihi... secara*, jawabku:'Teu bu, tos damel".







*btw selanjutnya percakapannya pake bahasa indonesia aja deh, sebenernya mo pake basa sunda karena lebih kena*

"Den, emak sudah 2 tahun ga ngarendos (ngulek lotek) karena emak sakit, baru sekarang saja mulai lagi, soalnya anak emak yg nerusin jualan sedang sakit, tuh dikamar ditungguin anaknya" terusnya, dan dia menyebut dirinya 'Emak'. Tampaknya dia berusaha mem-BRANDING-kan dirinya dengan julukan lebih akrab dan berbeda.



"Dulu di depan jalan sini ada sungai kecil, airnya banyak, tapi sekarang kering". Hah? Penasaran aku langsung nanya "Emang emak mulai jualan tahun berapa, kok ada sungai segala?" Aku mulai menyapanya emak. "Emak mah dari tahun 1953 udah mulai ngulek". Walah walah, saat itu langsung aku mulai berhitung; jika tahun 1953 dia mulai jualan di umur 15 tahun, let's say, berarti di 2009 sekarang dia sudah berusia 70 tahun. *bener ga seh?*. Disini aku mendapat gambaran tentang BUSINESS FOCUS yang konsisten selama 55 tahun. *atw ga nemu kesempatan lain? hehe*.






*bukan lotek ini ya.. ga bisa dimakan!*


Beberapa menit aku kembali asik makan, ga berapa lama dia bicara lagi "Kuburan orang tua emak di Astana Anyar sekarang udah jadi pasar den, ga tau dimana nisan-nya" ceritanya berlanjut. Walah... Aku mendapat sedikit gambaran Bandoeng Tempo Doeloe dari pembicaraannya. Asik juga. Dia masih pengen cerita sama aku "Den, kalo dulu yang suka beli disini tuh anak SMP-SMA, sekarang mah banyak anak kuliahan sama yg kerja". Aku nangkep dia mengerti TARGET MARKET yang berubah sehingga dia juga membuat suasana tempat tersebut menjadi lebih nyaman buat orang bisa duduk dan makan. "Mereka semua udah pada 'jadi', ada yang jadi dokter juga, dan masih nyari emak kesini". Ya ampun, dia nerapin CUSTOMER RELATIONSHIP dengan produk dan service-nya secara continue selama itu.

Ga terasa lotek-ku ga bersisa di piring. Aku terdiam dan berpikir tentang kenyamanan disini (meski tempatya biasa banget, cenderung acak2an malah) selama dia menawarkan keramahan, cerita2nya, serta pemandangan dia mencium kening cucunya ketika mau berangkat sekolah, serta begitu berterimakasihnya dia saat menerima uang makanku saat itu, "Alhamdulillah" ujarnya tulus. Aku langsung mengingat MARKETING EXPERIENCE yang sejujurnya sulit dilakukan. Dan aku merasakan mendapatkannya dari sebuah warung kecil ini? Tampaknya emak berusia 70 tahun ini mengerti benar tentang SERVICE EXCELLENT buat konsumennya. Dan dia jelas2 telah berhasil membangun CUSTOMER LOYALTY, karena aku bersedia untuk datang lagi ke tempat yg agak acak2an ini!

Ga bisa dipungkiri PRODUCT is MARKETING itself (produknya harus enak pastinya), tapi tentunya SERVICE adalah faktor pembeda saat ini. Pelajaran memang tidak selalu didapatkan dari sebuah bangunan besar berlantai tinggi di pusat kota. Ya iya lah. 



***



2 komentar:

Unknown said...

emang, belajar bisa DIMANA SAJA, KAPAN SAJA, dan OLEH SIAPA SAJA..

Koim said...

dan seperti Pikiran Rakyat katakan: DARI RAKYAT, OLEH RAKYAT, UNTUK RAKYAT haha..